Senin, 09 Juni 2014

The Six Symbol: Bab 3 - Petualangan Malam

Judul         : THE SIX SYMBOL
Pengarang : Eni Hariani
Genre        : Action, Fantasy, Supernatural, Sci-fi
Rate          : Remaja
=================================================================
The Six Symbol Novel Indonesia and English Version
© Eni Hariani
Dilarang mengcopy-paste isi novel ini
=================================================================




BAB 3

PETUALANGAN MALAM





“Apa ini?” kata para murid baru.
“Ini surat sepertinya,” ucap salah seorang dari mereka
Mereka membuka lipatan kertas itu dan menemukan sebuah kalimat tertera disana.
“Apa maksudnya “Carilah sesuatu bukan benda ataupun makhluk namun bisa dipecahkan”?” kata Emy setengah bertanya kepada Eliana. “Emang ada yang begituan?”
Tiba-tiba seseorang berteriak. Semua orang terkejut dan langsung memandang ke arah sumber suara.
“Ini keren!!!” kata seorang gadis berambut cokelat bob sytle dengan mata yang berbinar-binar. “Aku yakin ini pasti petunjuk untuk MOS yang kedua.”
“Tapi...kita tidak diperbolehkan untuk keluar malam,” kata seorang gadis yang berada di kamar 140.
“Memang. Tapi bagaimana kalau ini benar-benar ujian MOS kita? Kalian ingat bukan, kata kak Aji kita akan mendapat ujian dadakan pada hari kedua MOS,” kata Mika−gadis yang berteriak tadi.
“Benar. Tapi hari kedua MOS itu besok pagi bukan tengah malam begini,” ujar gadis yang tinggal di kamar 129 dengan tampang dan nada bicara yang dingin.
“Bagaimana kalau malam ini? Apa kau akan mengabaikannya?” tanya Mika.
“Te-tentu saja tidak!!” seru gadis kamar 129 itu.
“Kalau begitu...,”−Mika menatap satu per satu siswi baru yang ada diluar kamarnya masing-masing−“apa kalian akan pergi?”
Para siswi saling bertatapan.
“Aku akan ikut,” kata Emy mengangkat tangan penuh semangat. “Temanku juga akan ikut. Ya kan Eliana?” lanjutnya sambil tersenyum meminta persetujuan Eliana.
“Tidak akan!” kata Eliana tegas.
“A-apa?! Kenapa?” kata Emy terkejut.
“Aku tidak tertarik,” kata Eliana kembali masuk ke dalam kamar.
“Tu-tunggu Eliana. Kenapa kau tidak ikut? Ini sangat menarik lohh,” kata Emy seraya ikutan masuk ke dalam kamar.
“Jadi...siapa lagi yang akan ikut?” kata Mika.
Satu per satu mengacungkan tangannya. Mika lalu tersenyum senang.
“Baiklah. Ayo kita ganti baju dan segera berpetualang!!!” sorak Mika penuh semangat.

***

Satu per satu siswi tahun pertama berkumpul di halaman dua asrama. Kemudian muncullah para siswa tahun pertama dari gedung asrama laki-laki.
“Sebelum kita berpetualang, bagaimana kalau kita bagi kelompok?” kata Mika.
“Satu kelompok ada berapa orang?!” seru seorang siswa.
“Em...kita keseluruhan ada berapa orang?”
“Secara keseluruhan, ada 253 orang. Dan yang...” kata seorang siswa berkacamata sambil memainkan Tab-nya. “Yang hadir di sini hanya ada 150 orang.”
“Kalau begitu...bagaimana kalau satu kelompok ada 5 orang?” usul seorang siswa berambut kuning.
Semua murid baru berunding masing-masing.
“Baiklah. Satu kelompok ada 5 orang!” kata seorang siswa dengan rambut jabrik berwarna biru malam. “MULAI BERGERAK SEKARANG!!”
Semua murid baru berpencar mencari teman kelompoknya masing-masing. Emy dan Eliana juga ikut sibuk mencari. Emy dengan penuh semangat yang membara, memperkenalkan dirinya agar bisa masuk ke dalam kelompok. Sedangkan Eliana hanya diam mengikuti ke mana Emy pergi.
Emy menghela napas panjang. “Kenapa tak ada satu pun yang mau satu kelompok dengan kita?” kata Emy frustasi.
Lalu terdengar seseorang memanggil Eliana dan Emy. Emy dan Eliana segera menoleh dan mendapati seorang gadis berambut kuning pendek dan berwajah polos sedang melambai ke arah Eliana dan Emy. Emy dan Eliana pergi mendekati gadis itu.
“Kelihatannya kalian belum mendapatkan kelompok. Maukah kalian satu kelompok dengan kami? Kami masih ada tempat untuk dua orang” kata Mei−nama gadis yang memanggil Emy dan Eliana tadi.
“Sungguh?” kata Emy menahan kebahagiaannya.
“Ya,” kata Mei sambil tersenyum manis.
Emy pun berteriak kegirangan sambil berlari mengelilingi Eliana. Eliana hanya menghela napas melihat reaksi Emy yang sangat berlebihan itu.
“Jadi...kelompok ini belum punya ketua tim?” tanya Emy sambil berjalan menyusuri koridor sekolah.
“Ya begitulah. Kami bingung harus memilih siapa” kata Mei lembut.
“Kalau begitu....bagaimana kalau aku yang jadi ketuanya?” usul Emy.
“S-sungguh?”
“Ya.”
“Kau yakin?” tanya Eliana.
“Kau meragukanku ya Eliana?” kata Emy dengan berkacak pinggang.
“Bukannya ragu, tapi memang kenyataan. Dulu kau juga pernah jadi ketua dan...mmmmm” ucapan Eliana terhalang oleh tangan kanan Emy yang membungkam mulut Eliana.
Eliana menatap tajam kearah Emy dan Emy balik menatap Eliana dengan tajam. Anggota yang lain melihat penuh tanda tanya besar di otak mereka.

=================================================================
The Six Symbol Novel Indonesia and English Version
© Eni Hariani
Dilarang mengcopy-paste isi novel ini
=================================================================

“Eliana, sudah kubilang berulang kali bukan, jangan mengungkit masalah itu lagi” bisik Emy. Eliana merespon dengan wajah cueknya. Emy jadi geram melihat Eliana yang cuek bebek itu.
“Kita sudah sampai,” kata Minion.
“Kau yakin di sini tempatnya?” tanya Mei.
“Ya, tentu saja.”
“Tapi...kenapa aku merasa...ada yang aneh disini?”
“Tak ada apa-apa disini kecuali kita. Ayo masuk. Kita periksa tempat ini,” ajak Minion yang sudah berjalan lebih dulu.
Minion membuka pintu ruangan tua itu dan keluarlah kepulan debu. Minion mengibas-ngibaskan telapak tangannya untuk menghilangkan kepulan debu yang menyembur wajahnya. Keenam murid itu masuk ke ruangan tua itu dan mulai mencari untuk menjadi petunjuk teka-teki itu. Mereka menyebar dan bila mendapatkan sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk sementara, segera memberitahukan yang lainnya.
“Apa yang kita cari sebenarnya? Bukankah sudah tertera jelas kalau bukan benda yang dicari?” gerutu Emy.
“Mungkin untuk petunjuk,” kata Eliana asal.
“Petunjuk?” Emy berjalan mendekati Eliana yang ada di samping kirinya. “Untuk apa kita mencari petunjuk?”
“Kau...tidak pernah menonton acara ala detektif-detektif?” kata Eliana sambil meletakkan benda yang dipegangnya ke tempat semula.
“Mm...pernah.”
“Lalu menurutmu apa yang dilakukan para detektif untuk memecahkan kasusunya?”
“Aku tahu itu...tapi ini kasusnya berbeda Eliana. Kita tak perlu petunjuk untuk ini.”
“Oh ya? Lalu apa asumsimu kalau begitu?”
Emy terdiam.
“Emy, segala kasus itu punya petunjuk,” kata Eliana.
“Kalau begitu, apa kau sudah memiliki petunjuk?”
“Ya, beberapa. Mungkin.”
“Benarkah? Apa itu?”
“Petunjuk pertama, surat dan pengirimnya. Petunjuk kedua, bau kertas ini...” Eliana mencium bau kertas di sakunya yang masih terlipat rapi. Emy ikutan membaui kertas di tangan Eliana.
“Bau kismis, bunga dahlia, dan... rumput..?”
“Ya, yang kau katakan itu benar.”
“Tapi...kenapa ada bau rumput di sini?”
“Karena ini parfum untuk musim panas dan...harganya sangat mahal, kukira.”
“Tak kusangka kau tahu banyak tentang parfum,” puji Emy
“Tidak, aku hanya tahu beberapa saja.”–Eliana berdiri−“Bisa bantu aku menggeser benda ini?” pinta Eliana.
“Ya, tentu saja.” Emy bangkit dari duduknya.
“Lalu, apa kau punya petunjuk lain lagi?” kata Emy membantu Eliana menggeser benda persegi panjang yang lumayan berat itu.
“Kau lihat kakak panitia yang suka menggoda para siswi?” kata Eliana yang masih sibuk dengan kegiatannya.
“Ah. Kakak panitia yang playboy itu ya?”
“Yup.”
“Kenapa kau-” Emy dan Eliana berhasil memindahkan benda itu. Emy dan Eliana membersihkan debu yang menempel di seragam mereka. “percaya sekali kalau itu adalah bau parfum kakak itu?”
“Hm... Aku sebenarnya tidak yakin. Karena waktu itu aku hanya mencium sekilas.”
“Hm...begitu,” kata Emy. “Berarti, ini merupakan salah satu acara MOS kita.”
“Mungkin,” kata Eliana. “Ah, aku akan periksa bagian sebelah sana.”
“Hm.” Emy mengangguk.
Di saat yang bersamaan masuklah lima orang ke gudang tak terpakai itu.
“Ah, maaf kukira tak ada orang di sini” kata seorang anak berpita biru dilehernya.
“Tidak apa-apa. Masuklah,” kata Mei.
“Mei,” kata Minion.
“Tak perlu khawatir. Kita semua di sini untuk memecahkan teka-teki ini bukan?”
“Tapi tetap saja−” kata Kaltra.
“Minion,” kata Mei tersenyum lembut.
“Ya terserah kau lah,” kata Minion berlalu melanjutkan pekerjaannya.

***

“Aaaah. Kita nggak dapat petunjuk apapun sejak tadi” keluh Emy. “Gudang di samping gedung sekolah, perpustakaan, kantin. Semuanya nggak ada yang bisa memberikan kita petunjuk satu pun.”
“Tidak. Semuanya memberikan petunjuk tapi....ah sial. Semuanya masih samar-samar!” kata Eliana dalam hati.
“Kita akan kemana lagi?” tanya Vein−murid yang berpita besar mengikat rambut cokelat tuanya.
“Kita akan memeriksa seluruh kelas di gedung sekolah,” kata Kaltra
“Berarti kita harus ke gedung bertingkat itu?” tanya Sisi−murid yang berpita biru tadi
“Yup,”
Kelompok Emy dan kelompok Vein bersama-sama menyelusuri kelas gedung SMU Ashou Sharon. Mereka saling berpisah menjadi beberapa kelompok kecil. Eliana dan Emy menjadi satu kelompok begitu pula dengan delapan murid yang lainnya. Eliana dan Emy menyusuri bagian kelas 10.
Selama perjalanan Emy terus saja memegangi tangan kanan Eliana dan sering teriak sendiri padahal tidak ada yang perlu di takutkan di sana.
“Eliana?”
“Hm...,” respon Eliana.
“Kita balik yuk~.”
“Kenapa?”
“Aku takut~.”
“Tenang aja, ada ak-
Ucapan Eliana terputus oleh suara teriakan dari lantai atas. Walaupun agak samar-samar, tapi masih bisa terdengar. Eliana dan Emy segera berlari ke lantai dua dan mendapati kedua teman mereka, Sisil dan Vein sedang diterkam oleh sesuatu yang berwarna hitam gelap, bermata merah menyala, dan berekor panjang dengan api menyala di ujung ekornya.
“Makhluk apa itu?” kata Emy.
“Entahlah yang jelas...”
Eliana dan Emy terkejut. Sisil dan Vein yang hampir saja berhasil meloloskan diri, ditarik mendekati makhluk itu. Sontak Eliana dan Emy berlari menolong kedua temannya itu. Ada adegan saling tarik-menarik antara Eliana, Emy dan makhluk itu. Namun yang menang adalah makhluk itu. Dan tanpa peringatan, makhluk itu langsung menelan kedua teman mereka hidup-hidup.
Eliana dan Emy bergidik ngeri. Eliana segera menarik lengan Emy untuk segera meninggalkan tempat itu. Emy yang sempat blank, berlari agak sempoyongan. Eliana mempercepat langkahnya, begitu pula dengan Emy. Belum sempat menuju tangga menuju lantai satu, keduanya sudah di cegat oleh makhluk itu. Eliana lalu berbalik arah. Dan seperti dugaan Eliana, makhluk itu mengikutinya. Eliana lalu melepas Emy dan menyuruhnya untuk berlari terus ke depan dan bersembunyi di dalam salah satu ruang kelas, sedangkan Eliana berlari ke arah makhluk itu.
Eliana yang cukup mahir bela diri, dengan mudah melompat, melewati makhluk itu dan menuruni tangga. Makhluk itu mengejar Eliana hingga ke lantai satu. Sambil masih berlari, Eliana menelpon Emy, agar Emy menunggunya di asrama. Di saat Emy bertanya bagaimana keadaannya, Eliana langsung mematikan ponselnya.
Sebelum semuanya menjadi skandal, aku harus memusnahkannya, ujar Eliana pada dirinya sendiri sembari memunculkan sebuah pedang di tangan kanannya.

***

Eliana membuka pintu kamar asramanya. Tampak di sana Emy sedang duduk di samping jendela menikmati indahnya malam. Eliana menyunggingkan bulan sabit di wajahnya.
“Heh. Ternyata menuruti ucapanku,” puji Eliana.
“Ah, Eliana. Selamat datang.”
“Aku kembali,” respon Eliana sambil melepas jaketnya yang berwanra merah hati.
“Malam ini indah banget langitnya. Mau lihat?”
“Tidak. Terima kasih,” tolak Eliana. “Aku sudah cukup lelah melawan makhluk hitam nan aneh tadi.”
“Hehh. Jadi, kamu berhasil?”
“Yup.”
“Wah, hebat. Eliana memang top.”
Eliana tersenyum.
“Oh ya, aku mau bilang satu hal denganmu.”
“Apa itu?” kata Emy.
“Hati-hati dengan serigala berbulu domba.”
Emy sedikit memiringkan kepalanya. “Maksudmu apa, Eliana?”
“Hati-hati dengan penipu,” kata Eliana dan segera pergi tidur.
“Kaulah yang seharusnya waspada, Eliana Nova,” ujar Emy sambil menyeringai.
Emy berjalan mendekati Eliana yang sedang tidur dengan posisi tubuh miring membelakanginya. Tangan kanannya berubah bentuk menjadi sebuah pedang yang siap melayangkan nyawa siapa saja. Emy mengarahkan pedang itu tepat ke leher Eliana dan dalam waktu yang bersamaan muncul sebuah pedang menghalangi mata pedang Emy.
“A-apa?” kata Emy terkejut.
“Sudah kubilangkan, hati-hati dengan serigala berbulu domba,” ujar Eliana tanpa berbalik menatap wajah Emy.
Kau...,” kata Emy geram. 
The game is over,” kata Eliana sembari membalik badannya menghadap Emy dan kemudian menyeringai menang.




=================================================================
   BACK                               MAIN MENU                                  NEXT
=================================================================

The Six Symbol Novel Indonesia and English Version
© Eni Hariani


Dilarang mengcopy-paste isi novel ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar