Judul : THE SIX SYMBOL
Pengarang : Eni Hariani
Genre : Action, Fantasy, Supernatural, Sci-fi
Rate : Remaja
=================================================================
The Six Symbol Novel Indonesia and English Version
© Eni Hariani
Dilarang mengcopy-paste isi novel ini
=================================================================
BAB 3
PETUALANGAN MALAM
“Apa
ini?” kata para murid baru.
“Ini
surat sepertinya,” ucap salah seorang dari mereka
Mereka
membuka lipatan kertas itu dan menemukan sebuah kalimat tertera disana.
“Apa
maksudnya “Carilah sesuatu bukan benda
ataupun makhluk namun bisa dipecahkan”?” kata Emy setengah bertanya kepada
Eliana. “Emang ada yang begituan?”
Tiba-tiba
seseorang berteriak. Semua orang terkejut dan langsung memandang ke arah sumber
suara.
“Ini
keren!!!” kata seorang gadis berambut cokelat bob sytle dengan mata yang
berbinar-binar. “Aku yakin ini pasti petunjuk untuk MOS yang kedua.”
“Tapi...kita
tidak diperbolehkan untuk keluar malam,” kata seorang gadis yang berada di
kamar 140.
“Memang.
Tapi bagaimana kalau ini benar-benar ujian MOS kita? Kalian ingat bukan, kata
kak Aji kita akan mendapat ujian dadakan pada hari kedua MOS,” kata Mika−gadis
yang berteriak tadi.
“Benar.
Tapi hari kedua MOS itu besok pagi bukan tengah malam begini,” ujar gadis yang
tinggal di kamar 129 dengan tampang dan nada bicara yang dingin.
“Bagaimana
kalau malam ini? Apa kau akan mengabaikannya?” tanya Mika.
“Te-tentu
saja tidak!!” seru gadis kamar 129 itu.
“Kalau
begitu...,”−Mika menatap satu per satu siswi baru yang ada diluar kamarnya
masing-masing−“apa kalian akan pergi?”
Para
siswi saling bertatapan.
“Aku
akan ikut,” kata Emy mengangkat tangan penuh semangat. “Temanku juga akan ikut.
Ya kan Eliana?” lanjutnya sambil tersenyum meminta persetujuan Eliana.
“Tidak
akan!” kata Eliana tegas.
“A-apa?!
Kenapa?” kata Emy terkejut.
“Aku
tidak tertarik,” kata Eliana kembali masuk ke dalam kamar.
“Tu-tunggu
Eliana. Kenapa kau tidak ikut? Ini sangat menarik lohh,” kata Emy seraya ikutan
masuk ke dalam kamar.
“Jadi...siapa
lagi yang akan ikut?” kata Mika.
Satu
per satu mengacungkan tangannya. Mika lalu tersenyum senang.
“Baiklah.
Ayo kita ganti baju dan segera berpetualang!!!” sorak Mika penuh semangat.
***
Satu
per satu siswi tahun pertama berkumpul di halaman dua asrama. Kemudian muncullah
para siswa tahun pertama dari gedung asrama laki-laki.
“Sebelum
kita berpetualang, bagaimana kalau kita bagi kelompok?” kata Mika.
“Satu
kelompok ada berapa orang?!” seru seorang siswa.
“Em...kita
keseluruhan ada berapa orang?”
“Secara
keseluruhan, ada 253 orang. Dan yang...” kata seorang siswa berkacamata sambil
memainkan Tab-nya. “Yang hadir di sini hanya ada 150 orang.”
“Kalau
begitu...bagaimana kalau satu kelompok ada 5 orang?” usul seorang siswa
berambut kuning.
Semua
murid baru berunding masing-masing.
“Baiklah.
Satu kelompok ada 5 orang!” kata seorang siswa dengan rambut jabrik berwarna
biru malam. “MULAI BERGERAK SEKARANG!!”
Semua
murid baru berpencar mencari teman kelompoknya masing-masing. Emy dan Eliana
juga ikut sibuk mencari. Emy dengan penuh semangat yang membara, memperkenalkan
dirinya agar bisa masuk ke dalam kelompok. Sedangkan Eliana hanya diam
mengikuti ke mana Emy pergi.
Emy
menghela napas panjang. “Kenapa tak ada satu pun yang mau satu kelompok dengan
kita?” kata Emy frustasi.
Lalu
terdengar seseorang memanggil Eliana dan Emy. Emy dan Eliana segera menoleh dan
mendapati seorang gadis berambut kuning pendek dan berwajah polos sedang
melambai ke arah Eliana dan Emy. Emy dan Eliana pergi mendekati gadis itu.
“Kelihatannya
kalian belum mendapatkan kelompok. Maukah kalian satu kelompok dengan kami?
Kami masih ada tempat untuk dua orang” kata Mei−nama gadis yang memanggil Emy
dan Eliana tadi.
“Sungguh?”
kata Emy menahan kebahagiaannya.
“Ya,”
kata Mei sambil tersenyum manis.
Emy
pun berteriak kegirangan sambil berlari mengelilingi Eliana. Eliana hanya
menghela napas melihat reaksi Emy yang sangat berlebihan itu.
“Jadi...kelompok
ini belum punya ketua tim?” tanya Emy sambil berjalan menyusuri koridor
sekolah.
“Ya
begitulah. Kami bingung harus memilih siapa” kata Mei lembut.
“Kalau
begitu....bagaimana kalau aku yang jadi ketuanya?” usul Emy.
“S-sungguh?”
“Ya.”
“Kau
yakin?” tanya Eliana.
“Kau
meragukanku ya Eliana?” kata Emy dengan berkacak pinggang.
“Bukannya
ragu, tapi memang kenyataan. Dulu kau juga pernah jadi ketua dan...mmmmm”
ucapan Eliana terhalang oleh tangan kanan Emy yang membungkam mulut Eliana.
Eliana
menatap tajam kearah Emy dan Emy balik menatap Eliana dengan tajam. Anggota
yang lain melihat penuh tanda tanya besar di otak mereka.
=================================================================
The Six Symbol Novel Indonesia and English Version
© Eni Hariani
=================================================================
Dilarang mengcopy-paste isi novel ini
“Eliana,
sudah kubilang berulang kali bukan, jangan mengungkit masalah itu lagi” bisik
Emy. Eliana merespon dengan wajah cueknya. Emy jadi geram melihat Eliana yang
cuek bebek itu.
“Kita
sudah sampai,” kata Minion.
“Kau
yakin di sini tempatnya?” tanya Mei.
“Ya,
tentu saja.”
“Tapi...kenapa
aku merasa...ada yang aneh disini?”
“Tak
ada apa-apa disini kecuali kita. Ayo masuk. Kita periksa tempat ini,” ajak
Minion yang sudah berjalan lebih dulu.
Minion
membuka pintu ruangan tua itu dan keluarlah kepulan debu. Minion
mengibas-ngibaskan telapak tangannya untuk menghilangkan kepulan debu yang
menyembur wajahnya. Keenam murid itu masuk ke ruangan tua itu dan mulai mencari
untuk menjadi petunjuk teka-teki itu. Mereka menyebar dan bila mendapatkan
sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk sementara, segera memberitahukan yang
lainnya.
“Apa
yang kita cari sebenarnya? Bukankah sudah tertera jelas kalau bukan benda yang
dicari?” gerutu Emy.
“Mungkin
untuk petunjuk,” kata Eliana asal.
“Petunjuk?”
Emy berjalan mendekati Eliana yang ada di samping kirinya. “Untuk apa kita
mencari petunjuk?”
“Kau...tidak
pernah menonton acara ala detektif-detektif?” kata Eliana sambil meletakkan
benda yang dipegangnya ke tempat semula.
“Mm...pernah.”
“Lalu
menurutmu apa yang dilakukan para detektif untuk memecahkan kasusunya?”
“Aku
tahu itu...tapi ini kasusnya berbeda Eliana. Kita tak perlu petunjuk untuk
ini.”
“Oh
ya? Lalu apa asumsimu kalau begitu?”
Emy
terdiam.
“Emy,
segala kasus itu punya petunjuk,” kata Eliana.
“Kalau
begitu, apa kau sudah memiliki petunjuk?”
“Ya,
beberapa. Mungkin.”
“Benarkah?
Apa itu?”
“Petunjuk
pertama, surat dan pengirimnya. Petunjuk kedua, bau kertas ini...” Eliana
mencium bau kertas di sakunya yang masih terlipat rapi. Emy ikutan membaui
kertas di tangan Eliana.
“Bau
kismis, bunga dahlia, dan... rumput..?”
“Ya,
yang kau katakan itu benar.”
“Tapi...kenapa
ada bau rumput di sini?”
“Karena
ini parfum untuk musim panas dan...harganya sangat mahal, kukira.”
“Tak
kusangka kau tahu banyak tentang parfum,” puji Emy
“Tidak,
aku hanya tahu beberapa saja.”–Eliana berdiri−“Bisa bantu aku menggeser benda
ini?” pinta Eliana.
“Ya,
tentu saja.” Emy bangkit dari duduknya.
“Lalu,
apa kau punya petunjuk lain lagi?” kata Emy membantu Eliana menggeser benda
persegi panjang yang lumayan berat itu.
“Kau
lihat kakak panitia yang suka menggoda para siswi?” kata Eliana yang masih
sibuk dengan kegiatannya.
“Ah.
Kakak panitia yang playboy itu ya?”
“Yup.”
“Kenapa
kau-”
Emy dan Eliana berhasil memindahkan benda itu. Emy dan Eliana membersihkan debu
yang menempel di seragam mereka. “percaya sekali kalau itu adalah bau parfum
kakak itu?”
“Hm...
Aku sebenarnya tidak yakin. Karena waktu itu aku hanya mencium sekilas.”
“Hm...begitu,”
kata Emy. “Berarti, ini merupakan salah satu acara MOS kita.”
“Mungkin,”
kata Eliana. “Ah, aku akan periksa bagian sebelah sana.”
“Hm.”
Emy mengangguk.
Di
saat yang bersamaan masuklah lima orang ke gudang tak terpakai itu.
“Ah,
maaf kukira tak ada orang di sini” kata seorang anak berpita biru dilehernya.
“Tidak
apa-apa. Masuklah,” kata Mei.
“Mei,”
kata Minion.
“Tak
perlu khawatir. Kita semua di sini untuk memecahkan teka-teki ini bukan?”
“Tapi
tetap saja−” kata Kaltra.
“Minion,”
kata Mei tersenyum lembut.
“Ya
terserah kau lah,” kata Minion berlalu melanjutkan pekerjaannya.
***
“Aaaah.
Kita nggak dapat petunjuk apapun sejak tadi” keluh Emy. “Gudang di samping
gedung sekolah, perpustakaan, kantin. Semuanya nggak ada yang bisa memberikan
kita petunjuk satu pun.”
“Tidak.
Semuanya memberikan petunjuk tapi....ah sial. Semuanya masih samar-samar!” kata
Eliana dalam hati.
“Kita
akan kemana lagi?” tanya Vein−murid yang berpita besar mengikat rambut cokelat
tuanya.
“Kita
akan memeriksa seluruh kelas di gedung sekolah,” kata Kaltra
“Berarti
kita harus ke gedung bertingkat itu?” tanya Sisi−murid yang berpita biru tadi
“Yup,”
Kelompok
Emy dan kelompok Vein bersama-sama menyelusuri kelas gedung SMU Ashou Sharon.
Mereka saling berpisah menjadi beberapa kelompok kecil. Eliana dan Emy menjadi
satu kelompok begitu pula dengan delapan murid yang lainnya. Eliana dan Emy
menyusuri bagian kelas 10.
Selama
perjalanan Emy terus saja memegangi tangan kanan Eliana dan sering teriak
sendiri padahal tidak ada yang perlu di takutkan di sana.
“Eliana?”
“Hm...,”
respon Eliana.
“Kita
balik yuk~.”
“Kenapa?”
“Aku
takut~.”
“Tenang
aja, ada ak-”
Ucapan
Eliana terputus oleh suara teriakan dari lantai atas. Walaupun agak
samar-samar, tapi masih bisa terdengar. Eliana dan Emy segera berlari ke lantai
dua dan mendapati kedua teman mereka, Sisil dan Vein sedang diterkam oleh
sesuatu yang berwarna hitam gelap, bermata merah menyala, dan berekor panjang
dengan api menyala di ujung ekornya.
“Makhluk
apa itu?” kata Emy.
“Entahlah
yang jelas...”
Eliana
dan Emy terkejut. Sisil dan Vein yang hampir saja berhasil meloloskan diri, ditarik
mendekati makhluk itu. Sontak Eliana dan Emy berlari menolong kedua temannya
itu. Ada adegan saling tarik-menarik antara Eliana, Emy dan makhluk itu. Namun
yang menang adalah makhluk itu. Dan tanpa peringatan, makhluk itu langsung
menelan kedua teman mereka hidup-hidup.
Eliana
dan Emy bergidik ngeri. Eliana segera menarik lengan Emy untuk segera
meninggalkan tempat itu. Emy yang sempat blank, berlari agak sempoyongan.
Eliana mempercepat langkahnya, begitu pula dengan Emy. Belum sempat menuju
tangga menuju lantai satu, keduanya sudah di cegat oleh makhluk itu. Eliana
lalu berbalik arah. Dan seperti dugaan Eliana, makhluk itu mengikutinya. Eliana
lalu melepas Emy dan menyuruhnya untuk berlari terus ke depan dan bersembunyi
di dalam salah satu ruang kelas, sedangkan Eliana berlari ke arah makhluk itu.
Eliana
yang cukup mahir bela diri, dengan mudah melompat, melewati makhluk itu dan
menuruni tangga. Makhluk itu mengejar Eliana hingga ke lantai satu. Sambil
masih berlari, Eliana menelpon Emy, agar Emy menunggunya di asrama. Di saat Emy
bertanya bagaimana keadaannya, Eliana langsung mematikan ponselnya.
“Sebelum semuanya menjadi skandal, aku harus
memusnahkannya,” ujar Eliana pada dirinya sendiri sembari memunculkan
sebuah pedang di tangan kanannya.
***
Eliana
membuka pintu kamar asramanya. Tampak di sana Emy sedang duduk di samping
jendela menikmati indahnya malam. Eliana menyunggingkan bulan sabit di
wajahnya.
“Heh.
Ternyata menuruti ucapanku,” puji Eliana.
“Ah,
Eliana. Selamat datang.”
“Aku
kembali,” respon Eliana sambil melepas jaketnya yang berwanra merah hati.
“Malam
ini indah banget langitnya. Mau lihat?”
“Tidak.
Terima kasih,” tolak Eliana. “Aku sudah cukup lelah melawan makhluk hitam nan
aneh tadi.”
“Hehh.
Jadi, kamu berhasil?”
“Yup.”
“Wah,
hebat. Eliana memang top.”
Eliana
tersenyum.
“Oh
ya, aku mau bilang satu hal denganmu.”
“Apa
itu?” kata Emy.
“Hati-hati
dengan serigala berbulu domba.”
Emy
sedikit memiringkan kepalanya. “Maksudmu apa, Eliana?”
“Hati-hati
dengan penipu,” kata Eliana dan segera pergi tidur.
“Kaulah
yang seharusnya waspada, Eliana Nova,” ujar Emy sambil menyeringai.
Emy
berjalan mendekati Eliana yang sedang tidur dengan posisi tubuh miring
membelakanginya. Tangan kanannya berubah bentuk menjadi sebuah pedang yang siap
melayangkan nyawa siapa saja. Emy mengarahkan pedang itu tepat ke leher Eliana
dan dalam waktu yang bersamaan muncul sebuah pedang menghalangi mata pedang
Emy.
“A-apa?”
kata Emy terkejut.
“Sudah
kubilangkan, hati-hati dengan serigala berbulu domba,” ujar Eliana tanpa
berbalik menatap wajah Emy.
“Kau...,” kata Emy geram.
“The game is over,” kata Eliana sembari membalik badannya menghadap
Emy dan kemudian menyeringai menang.
=================================================================
=================================================================The Six Symbol Novel Indonesia and English Version
© Eni Hariani
Dilarang mengcopy-paste isi novel ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar